Jumat, 29 Maret 2013

Nikmatnya Jualan Kue Pukis



Pandai melirik ceruk bisnis yang belum digeluti orang lain,
menjadi modal dalam menyelami suatu usaha.
Begitu pula yang dialami oleh pengusaha kue pukis rumahan, Sri Nikmati.
Sebagai seorang ibu rumah tangga, ia ingin cari tambahan uang.
Berawal dari hobi, ia mulai kumpulkan uang
dengan berbisnis kue pukis.

"Kenapa kue pukis? Karena teman-teman belum ada yang bikin kue itu,
saya ambil peluang yang orang lain belum ambil," tuturnya.

Modal awal sebesar Rp 60.000 saja untuk bahan membuat kue.
Keuntungan yang didapat bisa mencapai dua kali lipat lebih.

"Belum ada niatan untuk buka usaha lebih besar.
Satu pukis saya jual Rp 2.000, per hari saya terima orderan 70 pukis,
saya untung bersih sekitar Rp 80.000, per bulan saya dapat Rp 2,4 juta," bebernya.

Pemasaran kue pukis ini pun cukup mudah,
hanya andalkan promosi dari mulut ke mulut.
kue buatannya dijajakan ke rumah sakit, kantin universitas,
sampai ke agen kue.

Kendala berjualan kerap dialami.
Namun, tekad dan kerja kerasnya
tak indahkan kendala tersebut sebagai suatu halangan.



Tak Takut Berbagi Resep

Ia tak takut berbagi resep kue pukisnya
kepada teman-teman atau siapa pun yang membutuhkan.
Dirinya tidak takut bila resep andalannya diikuti orang.
Tidak ada yang perlu dirahasiakan.
"Rejeki sudah diatur, lebih enak berbagi.
Makin banyak yang membuat,
kue pukis makin membudaya.


Sumber: Okezone.com

Selasa, 26 Maret 2013

Kail Rejeki dari Seni Pop Art


Potret diri tampil unik dan berbeda 
disusun dari potongan-potongan warna
yang bervariasi dan amat artistik,
inilah seni pop art!
Mulai digandrungi di Indonesia belakangan ini.
Pelaku bisnis seni pop art pun kebanjiran order.

Pengerjaan pop art kental unsur desainnya.
Mengilustrasikan potret manusia gunakan garis-garis tegas
dipadu dengan permainan warna yang semarak.

Hasil ilustrasi bisa dituangkan pada berbagai media,
seperti tembok, kanvas, kaus, mug, atau pin.

Seni pop art dikenal tahun 1950-an di Inggris.
Masuk ke Indonesia sekitar 1990.
Wedha Abdul Rasyid serius kembangkan seni ini,
dalam wadah Wedha's Pop Art Portrait (WAPP) di Jakarta.
Pakem ilustrasinya anti garis lengkung,
melulu garis tegas, dan pengaturan komposisi warna.

Seni pop art bisa menjadi peluang bisnis yang menjanjikan.
Indira Yuniarti, Mahasiswi PDC Telkom, Bandung,
salah satu yang berhasil kail rejeki
dari seni pop art.
Sejak kelas 3 SMU, bergabung di WAPP.
Kemampuannya kian terasah,
sertifikat dari WPAP Community pun dikantonginya.
Kini berani tawarkan jasa
pembuatan poster kartun vektor dan pop art.

Lantaran masih kuliah, omzet bisnisnya belum besar.
“Semua pesanan saya kumpulkan dulu,
dan dikerjakan pada akhir pekan,” ujar Indira.

Pelanggan yang berminat
cukup kirimkan potret wajah yang diinginkan.
Pemesan bisa memilih hard copy atau soft copy.
Versi soft copy dihargai Rp 50.000 per wajah,
jika inginkan versi hard copy,
tambah ongkos cetak dan ongkos kirim
yang besarnya bervariasi
tergantung dari ukuran dan lokasi.

Seminggu, bisa dapat 9-10 pesanan.
sebulan omzetnya sekitar Rp 2 juta.
"Lumayan, ini bisnis sambilan.
Ke depan, saya akan serius geluti usaha ini," ungkapnya.

Media yang digunakan masih terbatas kertas dan digital,
dia optimistis, bisa berkembang seperti WPAP Community.
Asal tahu, hasil ilustrasi pop art yang dibuat di WPAP
bisa dicetak dalam beragam media, dari kanvas
hingga merchandise seperti kaus, gelas, dan pin.

Berpromosi via jejaring sosial seperti blog, Twitter, dan Facebook.
"Pelanggan masih sekitar Jakarta, Bandung, dan Jogja,” imbuhnya.

Ageng Raditya di Tangerang, Banten.
Lulusan komunikasi visual Institut Seni Indonesia, Yogyakarta,
menggeluti bisnis pop art sejak tiga tahun silam.

Menurutnya, pop art cenderung pakai warna solid dan berkilau,
sehingga hasilnya memikat orang.
Inilah beda pop art dengan gambar ilustrasi biasa.

Ageng biasanya akan meminta foto calon klien.
Dari potret asli itu kemudian dia membuat dimensi gambar
bentuk wajah, seperti letak mata, hidung, dan bagian muka.
Lalu, membuat nuansa warna seperti keinginan pelanggan.

Sebulan bisa kerjakan 10 pop art yang dituangkan
dalam beragam media, namun mayoritas di kanvas.
Kerap membuat pop art dari figur publik, seperti Jokowi.

Patok tarif Rp 300.000 untuk satu desain pop art,
bisa dicetak di kanvas berukuran A3.
Biasanya, sekaligus minta dibingkai.
Tiap karyanya, dia membanderol Rp 500.000.
Omzetnya bisa capai Rp 5 juta dalam sebulan.

Pasarkan karyanya melalui internet.
Kadang, mengikuti pameran seni.
Dari situ, pesanan meningkat dan namanya kian dikenal.
pelanggannya tersebar di Jakarta, Surabaya, hingga Aceh.

Joko Hartono terpikat terjuni bisnis pop art
karena dikenalkan teman seniman asal Singapura.
Lulusan ilmu desainer di Teknologi Informasi STIKOM Surabaya ini
putuskan jadi perwakilan Personal Art di Indonesia.

Personal Art adalah perusahaan seni pop art
bermarkas di Singapura.
Menurut Joko, gaya Personal Art terinspirasi Andy Warhol,
seniman pop art Amerika Serikat era 1960-an, .
“Namun setelah membuka pasar di Indonesia,
Pak Wedha juga salah satu inspirasi kami,” ujarnya.

Joko mengaku, bisa raup omzet Rp 4 juta sebulan.
“Rata-rata yang pesan, karena mau memberi kado.
Pop Art itu unik, wajah orang 100% bisa tampil beda,
tanpa meninggalkan raut aslinya.
Jadi, cocok sebagai hadiah spesial,” ungkapnya.

Joko pasang tarif berbeda sesuai media.
Termurah, poster ukuran 20 cm x 20 cm harga Rp 98.000.
Termahal di kanvas ukuran 12 cm x 160 cm dengan tarif Rp 435.000.
Menarik bukan?

sumber: Surabaya Post Online

Jumat, 22 Maret 2013

Usaha Rumahan Bermodal Kecil


Usaha rumahan bisa dilakukan siapa saja, asalkan ada kemauan.
Pepatah mengatakan, “Dimana ada kemauan, Disitu ada jalan”.

Berikut adalah contoh usaha rumahan dengan modal kecil.
Anda hanya perlu keluar modal sekitar 500.000 rupiah saja.


Contoh Usaha Rumahan dengan Modal Kecil

1.Usaha Kuliner Rumahan

Anda bisa memulai di rumah,
tanpa harus membeli peralatan masak,
cukup modal bahan makanan yang disediakan.
Hanya dituntut kreatifitas dalam mengolah masakan.

Anda bisa pilih usaha kuliner apa saja
sesuaikan dengan keahlian dalam memasak,

Katering makanan boleh jadi pilihan yang menarik.
Anda juga bisa bisnis aneka gorengan, usaha kue-kue,
baik kue basah atau kue kering.


2.Usaha Rumahan Pulsa Elektrik
Hampir semua orang butuh pulsa.
Modal tergolong, hanya perlu handphone dan deposit pulsa.
Rata-rata orang punya handphone.
Jadi tinggal mengisi deposit pulsa saja.
Anda bisa bergabung pada keagenan pulsa elektrik.
Banyak sekali yang sediakan usaha keagenan ini.
Anda bisa cari dengan berselancar di internet.

Laba per transaksi memang tidak banyak,
tapi ketika langganan semakin banyak,
untungnya lumayan menjanjikan.
Bisa dilakukan sambil kerjakan usaha rumahan lainnya,
semisal buka warung makan atau toko kelontong.


3.Usaha Rumahan Les Privat
Anda bisa mengadakan usaha rumahan les privat,
hanya bermodalkan keahlian anda!
Sesuaikan dengan bidang yang disukai dan dikuasai.
Sediakan ruang khusus di rumah,
bisa gunakan ruang tamu.

Anda ahli bahasa inggris, coba buka les privat bahasa inggris.
Peluangnya masih terbuka lebar.
Masih banyak yang butuh,
karena termasuk bidang pelajaran penting
dan dirasa cukup sulit.

Kebanyakan anak sekolah perlu les tambahan.
Usaha rumahan ini prospeknya bagus.
Selain bidang yang biasa diajarkan di sekolah,
Anda juga bisa ajarkan bidang kejuruan,
seperti kursus mesin, kursus menjahit, kursus komputer dan lain-lain.

Masih banyak sekali jenis-jenis usaha rumahan lainnya.
Anda bisa lihat di lingkungan sekitar.
Pilih yng paling cocok untuk anda,
sesuaikan dengan bidang dan hobi anda.



Sumber: Kompasiana

Kamis, 21 Maret 2013

Lukisan Wajah ala Komik



Bisnis berbau seni dan banyak digemari adalah gambar komik.
Banyak orang ingin dilukis dalam bentuk gambar seperti komik.

Gambar komik memang identik dengan gambar kartun atau karikatur.
Hampir semua orang menyenangi gambar ini.
Selain lucu, bentuk gambarnya juga variatif, unik,
dan punya kekhasan tersendiri dibanding gambar lain.

Dian Sarwendah asal Jakarta.
Di bawah bendera usaha Dian Comic Art,
menawarkan jasa lukis wajah dengan format komik,
secara manual maupun digital.
Peminat yang ingin dilukis dalam format comic art ini,
cukup mengirimkan foto dengan resolusi besar.

Untuk manual, dibuat sketsa lebih dulu pakai pensil.
Sketsa ini mengambil contoh foto pelanggan.
Sketsa gambar diberi outline hitam dari spidol dan drawing pen.
Outline di-scan dan diedit warna di program Photoshop.
Proses pengerjaan butuh waktu dua hari.

Format digital lebih praktis, butuh waktu satu hari.
"Lebih cepat karena kalau ada kesalahan warna
bisa di-undo atau dihapus dengan mudah," ujar Dian.

Sebuah karya comic art, baik manual maupun digital, harganya sama. 
Seukuran kertas A4 harganya Rp 250.000, ukuran A3 Rp 350.000.

Selain lukis wajah seorang diri,
harga tersebut juga berlaku untuk dua lukis wajah dalam satu lukisan.
Jika jumlah wajahnya lebih dari dua, kena biaya tambahan Rp 50.000 per orang.
Pelanggan akan dapatkan hasil dalam bentuk lukis maupun bentuk print.
"Yang format digital akan dapat softcopy," ujar Dian,
lulusan Desain Grafis Institut Kesenian Jakarta.

Tingkat kesulitan pembuatan comic art terletak pada tataran ide.
Pasalnya, ia harus menambahkan latar belakang gambar
agar lukisan lebih bercerita.

Misal, pelanggan ingin digambarkan melakukan aktivitas memancing.
Dian harus mencari latar yang cocok dan menarik
sesuai dengan tema aktivitasnya itu.

Karena sering membuat dan melihat referensi,
Dian tak kesulitan cari ide dan mengalir begitu saja.
Dari jasa pembuatan comic art ini,
ia bisa peroleh omzet sekitar Rp 17 juta per bulan.

Pelanggannya dari Jabodetabek,
juga banyak dari Jawa Timur, Jawa Tengah, bahkan Kalimantan.
"Bisa pesan online via e-mail," ungkap Dian.


Ahmad An'najihi di Ciputat, Tangerang Selatan
juga tawarkan jasa lukis wajah dengan format komik.
Meski dunia lukis dan komik sudah digeluti sejak lima tahun lalu,
namun serius menekuni jasa lukis wajah komik awal 2012 ini.

Dia beralasan terjun ke bisnis ini
karena mendapat dorongan kawan-kawan yang pernah memakai jasanya.
"Akhirnya saya promosi lewat internet," ujar pria 26 tahun ini.

Dengan memajang hasil karya di internet,
ternyata banyak yang tertarik memesan lukisan komik wajah kepadanya.
Sebagai pemain baru, order yang diperolehnya cukup banyak juga.

Sebulan, Ahmad bisa menerima sampai 30 pesanan.
Banderol jasa lukis wajah ini Rp 350.000 - Rp 2 juta / pesanan
tergantung tingkat kesulitan serta keinginan pelanggan.
Selain softcopy, juga tersedia dalam bentuk lukisan lengkap bingkainya.

Omzet Ahmad bisa bisa capai Rp 7 juta per bulan dengan laba 70%.
Pelanggan datang dari Medan, Bali, dan Lampung.
"Konsumennya mulai mahasiswa, pengusaha, hingga atlet," ucapnya.


Sumber: Surabaya Post online

Rabu, 20 Maret 2013

Suvenir Boneka Jepang Buatan Bandung



Gambaran orang Jepang berkulit putih, berkimono, dan berbibir mungil
tampak menggemaskan dalam boneka kayu.
Namun, ini bukan boneka dari ”Negeri Sakura”,
melainkan buatan asli Bandung.

Dari garasi rumah Ceppy Setiawan (57) pendiri perusahaan Vildea
di Jalan Pagarsih, Bandung, Jawa Barat,
sekitar 3.000 boneka model Jepang menggemaskan dihasilkan setiap bulan.
Kayu bekas peti kemas yang berciri putih bersih
dengan guratan serat kayu halus dibubut menjadi tubuh boneka.
Rambut, mata, hidung, bibir, dan motif pakaian khas Jepang lalu dilukiskan di atas kayu.
Boneka-boneka lucu itu berukuran mulai dari 7 cm hingga 40 cm.
Dipasarkan melalui pameran, situs internet, gerai di hotel, dan department store.
Sebagian boneka dipasarkan oleh pedagang di sejumlah kota,
seperti Jakarta, Bali, Jawa Timur, Sumatera, dan Kalimantan.

Beberapa kali staf Kedutaan Besar Jepang di Indonesia berbelanja boneka
untuk buah tangan ke pabrik boneka Ceppy.
”Kadang mereka butuh suvenir dalam waktu cepat.
Kalau ke Jepang, barangkali lama dan mahal. Jadi, belanja di sini, he-he-he,” ujarnya.

Sebelum krisis moneter 1998,
boneka model Jepang buatan Ceppy telah melanglang ke luar negeri,
seperti Australia, Kanada, dan Singapura.
Begitu krisis menerpa, pesanan dari luar negeri berkurang
lalu benar-benar berhenti.

Berawal dari hobi
Bisnis boneka model Jepang itu bermula dari hobi Ceppy
membuat perabot berbahan kayu bekas.
Hasil dari hobi yang rada serius itu tersebar di dalam rumahnya
mulai dari satu peranggu dapur (kitchen set), kursi, hingga meja.
Saking hobinya, Ceppy membeli mesin bubut
untuk membentuk bulatan dan oval dari kayu sebagai pendukung mebel.

”Waktu membuat bulatan dan oval dari kayu dengan mesin bubut itu,
saya iseng berpikir, kayu bulat dan oval itu kalau dijadikan boneka bakal bagus,” ujarnya.
Dia mencoba membuat boneka yang diinginkan dan mengoleksinya.

Akhir tahun 1996, Ceppy mengikuti pameran kerajinan di Cikapundung
agar bisa memamerkan koleksi boneka buatannya.
”Pengunjung yang melihat lalu menyebut boneka saya sebagai boneka Jepang.
Saya sendiri menyebutnya boneka model Jepang
karena boneka ini kreasi sendiri dan tidak meniru,” ujarnya.

Saat mengikuti pameran, Ceppy dikunjungi
Pengurus Himpunan Masyarakat Pengrajin Indonesia Kota Bandung
dan disarankan memproduksi massal boneka itu.
Tak terpikir oleh Ceppy menjual boneka-boneka itu.
Bagi Ceppy, boneka itu bagian dari hobi saja.
Apalagi, pria yang berlatar pendidikan akuntansi ini masih bekerja di PT Telkom.
Namun, Ceppy penasaran untuk memulai usaha.

Dia coba memproduksi lebih banyak boneka itu.
Bahan baku dari limbah peti kemas diperoleh dari pabrik-pabrik
di Cikarang, Karawang, dan Bekasi.
”Warna kayu limbah peti kemas itu bersih dengan serat kayu yang indah.
Kalau diolah dengan baik, akan bagus hasilnya.
Tanpa kreativitas, bahan baku mahal juga sia-sia,” ujarnya.

Setelah itu, Ceppy ikuti berbagai pameran untuk menjual bonekanya.
Boneka itu rupanya disukai.
Meski demikian, terlontar kritik terhadap Ceppy
yang dianggap lebih memilih membuat boneka Jepang
ketimbang boneka berlanggam tradisi Jawa Barat
atau budaya Indonesia lainnya.

”Saya agak terpukul dengan kritik itu.
Persoalannya, saya harus membuat boneka corak tradisi seperti apa?
Semua ide boneka model Jepang ini berawal dari bentuk bulat dan oval,” ujarnya.

Gara-gara kritik itu Ceppy mencoba membuat boneka langgam Sunda dari kayu.
Namun, hasilnya tidak memuaskan.
Boneka bergaya Sunda itu terlalu kaku dan kurang cocok dengan karakter keras kayu.
Begitu dipasarkan, boneka itu benar-benar tidak laku.

Ceppy kembali membuat boneka model Jepang
dengan mempertahankan bentuk sederhananya.
”Anehnya, begitu boneka model Jepang itu saya ubah matanya jadi melotot,
ternyata kurang laku juga.
Akhirnya, matanya cuma segores saja, baru laku lagi, ha-ha-ha,” ujarnya.

Ceppy telah menciptakan ratusan motif dan model boneka kayu.
Sebagian merupakan model lama yang dimodifikasi.

Ketika usahanya semakin maju,
Ceppy yang telah bekerja di PT Telkom selama 30 tahun
memutuskan pensiun dini.
Sulit membelah diri dan pikiran
untuk mengurus pekerjaan dan usaha boneka itu.

Ceppy aktif sebagai pengurus
di Himpunan Masyarakat Pengrajin Indonesia Kota Bandung,
Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft,
dan sempat menjadi pengurus di Kerukunan Usaha Menengah Kecil Indonesia.

Kini, Ceppy tengah menjajaki mengirim boneka-bonekanya ke luar negeri lagi.
Dia juga berencana menambah kapasitas
dan memindahkan lokasi produksi dari rumahnya
ke tempat lebih memadai.
Boneka-boneka model Jepang yang bermula hobi itu
menjelma menjadi penghidupannya.



Sumber: KOMPAS.com

Senin, 18 Maret 2013

Produk Kerajinan Cantik dari Limbah Kotak Susu


Di tangan Pimpi Syarley Naomi dan Rangga Kusmalendra,
kotak susu bekas berubah menjadi beragam bentuk 
kerajinan tangan yang cantik dan laris terjual.

Bahan baku kotak susu gampang didapat dan murah
Kebetulan keluarganya pengonsumsi susu
Namun seiring tingginya permintaan,
mereka lantas bekerja sama dengan beberapa kafe
untuk ”memulung” kotak susu dari keranjang sampahnya.

Awalnya, Pimpi iseng membuat kotak mungil
”Daripada dibuang, kami berusaha membuat kotak susu bekas
menjadi produk kerajinan yang cantik dan tahan lama,” katanya.
Sawo Kecik adalah label produk kerajinannya.

Belakangan, sebagian pelanggan Sawo Kecik mulai menyumbangkan sampah kotak susu.
Hanya kotak susu dengan bagian dalam berwarna putih yang bisa digunakan
karena tahan air, kuat, dan mudah dibentuk.
Jika terkena air, produk kerajinan kotak susu ini tidak akan melengkung.

Sejak tiga tahun lalu, mereka menjualnya secara online.
Sawo Kecik pun berkembang dari produk awal berupa kotak koin mungil
kini membuat penutup notebook, tempat paspor hingga dompet.

Harga sebuah dompet bahkan laku dijual lebih dari Rp 100.000 per buah,
Pimpi hanya melipat sesuai lekukan kotak susu lalu menyatukannya dengan lem kayu.
Penampilannya lalu dipercantik dengan lapisan dari kain katun.
Seluruh produk kerajinan kotak susu ditempeli label Sawo Kecik
dan dilengkapi informasi tentang jumlah bahan baku kotak susu
yang digunakan untuk membuat produk tersebut.

Setiap hari, pasangan muda ini membuat seluruh produk Sawo Kecik
dengan ditemani seorang karyawan di rumah mereka di Bekasi.


Hari panen
Sebagai perintis membuat kerajinan tangan dari kotak susu,
mereka sering berbagi pengalaman dengan menggelar workshop di Jakarta.
Mayoritas peserta adalah kaum perempuan yang ingin berkarya untuk memanfaatkan waktu luang.

Ajang pelatihan ini digunakan oleh Pimpi untuk memamerkan sekaligus menjual produk Sawo Kecik.
Seluruh foto produk Sawo Kecik yang siap jual
biasanya ditampilkan secara online setiap dua pekan sekali
yang diberi istilah sebagai hari panen.

Saat ini, konsumen Sawo Kecik telah tersebar ke semua provinsi di Nusantara
dan sebagian produknya sudah pernah dipesan oleh pembeli dari luar negeri.

Sama seperti pohon sawo kecik yang dipercaya bisa menumbuhkan kebaikan,
Pimpi berharap produk Sawo Kecik bisa bermanfaat bagi sesama.
”Setidaknya kami berupaya mendaur ulang sampah menjadi produk yang berguna,” ujarnya.





Sumber: KOMPAS.com