Rabu, 20 Maret 2013

Suvenir Boneka Jepang Buatan Bandung



Gambaran orang Jepang berkulit putih, berkimono, dan berbibir mungil
tampak menggemaskan dalam boneka kayu.
Namun, ini bukan boneka dari ”Negeri Sakura”,
melainkan buatan asli Bandung.

Dari garasi rumah Ceppy Setiawan (57) pendiri perusahaan Vildea
di Jalan Pagarsih, Bandung, Jawa Barat,
sekitar 3.000 boneka model Jepang menggemaskan dihasilkan setiap bulan.
Kayu bekas peti kemas yang berciri putih bersih
dengan guratan serat kayu halus dibubut menjadi tubuh boneka.
Rambut, mata, hidung, bibir, dan motif pakaian khas Jepang lalu dilukiskan di atas kayu.
Boneka-boneka lucu itu berukuran mulai dari 7 cm hingga 40 cm.
Dipasarkan melalui pameran, situs internet, gerai di hotel, dan department store.
Sebagian boneka dipasarkan oleh pedagang di sejumlah kota,
seperti Jakarta, Bali, Jawa Timur, Sumatera, dan Kalimantan.

Beberapa kali staf Kedutaan Besar Jepang di Indonesia berbelanja boneka
untuk buah tangan ke pabrik boneka Ceppy.
”Kadang mereka butuh suvenir dalam waktu cepat.
Kalau ke Jepang, barangkali lama dan mahal. Jadi, belanja di sini, he-he-he,” ujarnya.

Sebelum krisis moneter 1998,
boneka model Jepang buatan Ceppy telah melanglang ke luar negeri,
seperti Australia, Kanada, dan Singapura.
Begitu krisis menerpa, pesanan dari luar negeri berkurang
lalu benar-benar berhenti.

Berawal dari hobi
Bisnis boneka model Jepang itu bermula dari hobi Ceppy
membuat perabot berbahan kayu bekas.
Hasil dari hobi yang rada serius itu tersebar di dalam rumahnya
mulai dari satu peranggu dapur (kitchen set), kursi, hingga meja.
Saking hobinya, Ceppy membeli mesin bubut
untuk membentuk bulatan dan oval dari kayu sebagai pendukung mebel.

”Waktu membuat bulatan dan oval dari kayu dengan mesin bubut itu,
saya iseng berpikir, kayu bulat dan oval itu kalau dijadikan boneka bakal bagus,” ujarnya.
Dia mencoba membuat boneka yang diinginkan dan mengoleksinya.

Akhir tahun 1996, Ceppy mengikuti pameran kerajinan di Cikapundung
agar bisa memamerkan koleksi boneka buatannya.
”Pengunjung yang melihat lalu menyebut boneka saya sebagai boneka Jepang.
Saya sendiri menyebutnya boneka model Jepang
karena boneka ini kreasi sendiri dan tidak meniru,” ujarnya.

Saat mengikuti pameran, Ceppy dikunjungi
Pengurus Himpunan Masyarakat Pengrajin Indonesia Kota Bandung
dan disarankan memproduksi massal boneka itu.
Tak terpikir oleh Ceppy menjual boneka-boneka itu.
Bagi Ceppy, boneka itu bagian dari hobi saja.
Apalagi, pria yang berlatar pendidikan akuntansi ini masih bekerja di PT Telkom.
Namun, Ceppy penasaran untuk memulai usaha.

Dia coba memproduksi lebih banyak boneka itu.
Bahan baku dari limbah peti kemas diperoleh dari pabrik-pabrik
di Cikarang, Karawang, dan Bekasi.
”Warna kayu limbah peti kemas itu bersih dengan serat kayu yang indah.
Kalau diolah dengan baik, akan bagus hasilnya.
Tanpa kreativitas, bahan baku mahal juga sia-sia,” ujarnya.

Setelah itu, Ceppy ikuti berbagai pameran untuk menjual bonekanya.
Boneka itu rupanya disukai.
Meski demikian, terlontar kritik terhadap Ceppy
yang dianggap lebih memilih membuat boneka Jepang
ketimbang boneka berlanggam tradisi Jawa Barat
atau budaya Indonesia lainnya.

”Saya agak terpukul dengan kritik itu.
Persoalannya, saya harus membuat boneka corak tradisi seperti apa?
Semua ide boneka model Jepang ini berawal dari bentuk bulat dan oval,” ujarnya.

Gara-gara kritik itu Ceppy mencoba membuat boneka langgam Sunda dari kayu.
Namun, hasilnya tidak memuaskan.
Boneka bergaya Sunda itu terlalu kaku dan kurang cocok dengan karakter keras kayu.
Begitu dipasarkan, boneka itu benar-benar tidak laku.

Ceppy kembali membuat boneka model Jepang
dengan mempertahankan bentuk sederhananya.
”Anehnya, begitu boneka model Jepang itu saya ubah matanya jadi melotot,
ternyata kurang laku juga.
Akhirnya, matanya cuma segores saja, baru laku lagi, ha-ha-ha,” ujarnya.

Ceppy telah menciptakan ratusan motif dan model boneka kayu.
Sebagian merupakan model lama yang dimodifikasi.

Ketika usahanya semakin maju,
Ceppy yang telah bekerja di PT Telkom selama 30 tahun
memutuskan pensiun dini.
Sulit membelah diri dan pikiran
untuk mengurus pekerjaan dan usaha boneka itu.

Ceppy aktif sebagai pengurus
di Himpunan Masyarakat Pengrajin Indonesia Kota Bandung,
Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft,
dan sempat menjadi pengurus di Kerukunan Usaha Menengah Kecil Indonesia.

Kini, Ceppy tengah menjajaki mengirim boneka-bonekanya ke luar negeri lagi.
Dia juga berencana menambah kapasitas
dan memindahkan lokasi produksi dari rumahnya
ke tempat lebih memadai.
Boneka-boneka model Jepang yang bermula hobi itu
menjelma menjadi penghidupannya.



Sumber: KOMPAS.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar